Madiun---Mantan Kepala Dinas PU Pengairan Pemkab Madiun Jawa Timur, Ir Budiono, Selasa (4/10/11) siang, kembali menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Madiun, dalam kasus ambrolnya plengsengan sungai Glonggong di Desa Ketawang, Dolopo, Kab Madiun. Budiono dicecar sekitar 17 pertanyaan seputar mekanisme dan perencanaan proyek.
Dalam waktu bersamaan, Kejaksaan juga melakukan pemeriksaan terhadap Gunawan, selaku pelaksana proyek dengan kapasitas sebagai saksi tersangka Yayun Purwati, direktur CV Rio Kontraktor. Keduanya diperiksa mulai pukul 12.00 WIB, dengan didampingi penasehat hukumnya, Indra Priangkasa SH dan Hary Wardono, SH. “Alhamdulilah, pemeriksaan berjalan baik,” kata Budiono singkat usai menjalani pemeriksaan di Kejari Madiun, Selasa (4/10/11).
Menurut Indra Priangkasa, SH, pemeriksaan kedua ini, kliennya harus menjawab sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan mekanisme dan perencanaan proyek secara makro. ”Pertanyaanya ya normatif saja. Namun untuk kali ini, lebih fokus pada perencanaan. Sedangkan klien kami tidak bertanggungjawab terhadap perencanaan pada tingkat teknis proyek,” kata Indra Priangkasa SH.
Pengacara kondang ini juga berharap, perkara ini lebih dikaji secara dalam. Sebab dalam kontek perencanaan, ada perencanaan ditingkat makro (dinas,red) dan perencanaan ditingkat teknis (proyek,red). Sedangkan dalam kasus ini, perencana di tingkat teknis bukan Kepala Dinas. Karena mekanismenya, sebelumnya menjadi dokumen pelaksana proyek, diperiksa dan ditanda tangani lebih dulu oleh Kasi Perencana Teknis, Fachtur Rozi dan diteruskan ke PPTK (kepala Bidang) Sungkono.
”Sedangkan, klien kami selaku Kepala Dinas hanya sebatas mengetahui, setelah sebelumnya diperiksa dan ditandatangani oleh Kabid maupun Kasi selaku penanggungjawab,” jelasnya.
Sudarsana,Kasi Pidsus Kejari Madiun dikonfirmasi mengenai pemeriksaan keduanya, enggan memberikan komentar. Dihubungi melalui telepon, langsung ditutup.
Diketahui, Kejari sudah menetapkan tiga tersangka ambrolnya plengsengan sungai Glonggong sejak 14 Januari 2011. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terjadi kesalahan perencanaan proyek tahun 2009 senilai Rp 850 juta tersebut. Dalam kasus ini, diduga melanggar pasal 3,7A serta 7B UU Nomor 31/1999 yang diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (hwi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar